1. Kasus pembangunan Gardu Induk 2011-2013 pada Juni 2015. Dahlan Iskan, mantan Direktur Utama PLN dijadikan tersangka dalam kasus pembangunan 21 gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Kejaksaan mulai mengusut kasus ini sejak Juni 2014 setelah laporan audit BPKP. Dahlan menolak tuduhan ini dan mengajukan gugatan praperadilan yang akhirnya dikabulkan pada Agustus 2015 karena ketidakcukupan bukti.
2. Kasus penjualan aset PT PWU pada Oktober 2006, Dahlan dijadikan tersangka dalam kasus penjualan aset milik PT Panca Wira Usaha (PWU) Jawa Timur.
Kejati Jatim menyebut bahwa aset tersebut dijual di bawah standar Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) selama Dahlan menjabat sebagai Direktur PT PWU. Dahlan menyebut ada konspirasi orang-orang berkuasa”dalam kasus ini yang masih berlangsung di Pengadilan Tipikor Sidoarjo.
Baca Juga: Menangkan Prabowo Jadi Presiden, Gelora Indonesia dan Gerindra Kalbar Berkolaborasi
3. Kasus pengadaan mobil listrik KTT APEC 2013 pada Februari 2016, Dahlan diumumkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan 16 mobil listrik untuk KTT APEC 2013 di Bali.
Proyek senilai Rp32 miliar ini didanai oleh BRI, Perusahaan Gas Negara dan Pertamina. Menurut Kejaksaan Agung, proyek ini merugikan negara sebesar Rp28,99 miliar. Dasep Ahmadi, pemilik PT Sarimas Ahmadi Pratama juga divonis bersalah.
Meskipun Dahlan tidak hadir sebagai saksi dalam persidangan, Kejaksaan Agung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan alasan bahwa Dahlan terlibat dalam tindak pidana korupsi bersama Dasep Ahmadi. Dahlan mempertanyakan status tersangkanya dalam tiga kasus terpisah.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan LNG oleh PT Pertamina (Persero), penting juga untuk mencatat bahwa tindakan Karen dalam kesepakatan kontrak dengan perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction, tidak dibacakan) LLC Amerika Serikat telah menimbulkan masalah.
Baca Juga: Gelar Sosialisasi di Pontianak, Mahupiki: KUHP Nasional _Way of Life_ Indonesia
Tindakan tersebut dianggap sepihak dan tidak melalui proses analisis menyeluruh serta tidak dilaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.
Ketua KPK Firli yang mengungkapkan masalah ini, menekankan bahwa pelaporan seharusnya telah dilakukan dan dibawa ke dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Akibat dari tindakan ini adalah kerugian negara sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp2,1 triliun.
Kargo LNG yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat tidak dapat terserap di pasar domestik, sehingga menghasilkan over supply dan memaksa penjualan dilakukan di pasar internasional dengan kerugian. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan awal pengadaan komoditas ini untuk kepentingan dalam negeri.***